Masa remaja adalah tahapan yang paling sulit yang dilalui
oleh orangtua dan anak dalam hubungan mereka. Pada masa inilah konflik
orangtua dan anak sering kali terjadi. Lebih sering ketimbang masa
kanak-kanak dan dewasa. Mereka jauh lebih membutuhkan motivasi,
bimbingan, arahan, namun sikap mereka seolah-olah tak membutuhkan
orangtua lagi. Mereka lebih senang berkumpul dengan komunitas atau
teman-teman sepermainan, senang merahasiakan sesuatu dari orangtua, dan
cenderung lebih sensitif.
Bagaimana memotivasi mereka agar tetap pada koridor yang benar?
Sebenarnya, kekuatan motivasi itu terletak pada kualitas hubungan
antara orangtua dan remaja. Jika kita dan si remaja memiliki hubungan
yang baik dan kuat, maka akan anak-anak remaja ini cenderung lebih
memiliki pandangan yang sehat dan cenderung mudah dimotivasi.
Ibu yang selalu memperhatikan anaknya, selalu ada di saat mereka
membutuhkannya, serta bijak dalam menghadapi mereka, atau seorang ayah
yang bijaksana dan tidak otoriter, mau meluangkan waktunya untuk
berkumpul bersama anak-anak, serta mampu menjadi sahabat bagi
anak-anaknya, biasanya akan lebih mudah dipercaya dan lebih mudah
dituruti oleh anak-anak remaja mereka.
Lain halnya dengan orangtua yang cenderung lepas tangan, cuek, kurang
peduli terhadap anak, terlalu sibuk bekerja, otoriter, bahkan bersikap
terlalu keras pada anak-anaknya. Orangtua semacam ini akan sangat sulit
mengatur dan memotivasi putra-putri mereka.
Anak-anak remaja tidak bisa kita perlakukan sebagai anak-anak. Namun
mereka juga tidak bisa kita perlakukan sebagaimana orang dewasa, meski
terkadang mereka mencoba bersikap seperti orang dewasa. Kita tidak bisa
lagi mendikte mereka untuk melakukan apa yang kita inginkan. Namun, kita
harus menanyakan apa yang sebenarnya mereka inginkan dari kehidupan
mereka.
Luangkan waktu. Jangan pernah menggunakan alasan
“sibuk bekerja” dengan tidak memperhatikan anak-anak Anda. Konsekuensi
memiliki anak adalah kita harus meluangkan waktu, sesibuk apapun, untuk
mereka. Jika kita terhimpit masalah ekonomi, kita juga tetap harus
memberikan mereka waktu khusus untuk memberikan perhatian kepada mereka.
Selalu tanyakan, bantuan apa yang bisa kita lakukan untuk mereka.
Bukan dikte, tapi menanyakan. Itu intinya. Dengan menanyakan dan
menyatakan kesiapan kita membantu mereka, itu akan sangat membuat mereka
merasa berarti dan dihargai.
Jangan ikut emosional. Anak-anak remaja biasanya
cenderung lebih emosional. Maka, sebagai orangtua, kitalah yang harus
mampu untuk berkepala dingin. Jangan ikut-ikutan emosi! Karena jika kita
ikut tersulut, yang ada bukanlah pemecahan, melainkan perang! Jika
terjadi perdebatan, maka ada baiknya kita mundur sejenak dan mengatakan,
“Mari kita dinginkan kepala dan hati kita terlebih dahulu, baru
kita lanjutkan ini setelah semuanya membaik dan kita bisa bersama-sama
menggunakan bahasa yang lebih baik.”
Sering-seringlah berkomunikasi. Ingat, sering
berkomunikasi bukan berarti mencereweti mereka atau selalu memonitor
kemanapun mereka pergi dan selalu ingin tahu apa yang mereka lakukan.
Bukan itu. Tetapi, biarkan mereka tahu bahwa kita mempercayai mereka
mampu melakukan hal-hal terbaik dalam hidup mereka. Misalkan, mereka
sedang berada di luar rumah, cukup kirimkan SMS; “Semoga kegiatanmu menyenangkan, dan ibu berharap kamu bisa pulang makan siang bersama ibu dan adikmu di rumah.”
Berikan tanggungjawab. Dorong anak-anak untuk
bertanggungjawab pada pribadi mereka masing-masing. Misalnya, mereka
harus bertanggungjawab atas kebersihan kamar dan penampilan fisik
mereka. Kita hanya memberikan saran-saran dan masukan. Jika mereka
berperilaku di luar batas tersebut, maka mereka sendirilah yang harus
menanggung resikonya.
Jaga hubungan positif. Meski anak-anak remaja
cenderung tidak senang dicampuri urusannya, tidak senang lagi dipeluk,
namun sesekali mereka membutuhkan itu dari Anda. Maka, jadilah sahabat
yang selalu setia dan selalu ada bagi mereka.
Mari kita mulai pendidikan anak sejak dini, budayakan memberikan
waktu dan didikan yang baik bagi anak-anak, menjaga hubungan yang baik
dengan mereka, menjadi orangtua yang bijaksana, agar kelak mereka tidak
menjadi “terlalu sulit” bagi kita.
Semuanya, berawal dari diri kita! Anda setuju?
0 comments:
Post a Comment