Kumpulan Puisi Kehidupan Remaja

Posted by Seputar Remaja on Tuesday, 10 September 2013

Memahami Cinta Dari Sudut Yang Lain

Diamlah
Izinkan aku berbicara di hadapan kalian
Dengarkanlah suara-suara kami
suara orang-orang diam
Menarik diri dari peradaban
dari hiruk pikuknya dunia
aku hanyalah seorang pemimpi
seorang penghayal
menganggap yang semu itu nyata
yang nyata itu semu
kahlil gibran bilang
setiap lelaki mencintai dua orang perempuan
satu dalam khayalannya yang begitu sempurna
dua adalah wanita bernafas yang penuh dengan kekurangan
sehingga dia bilang
haruskah aku menggantikan kedudukannya yang sempurna itu dengan wanita tanah liat yang bernafas ?
pernahkah kalian dengar
cerita sekawanan kupu-kupu yang ingin mengetahui seperti apa nyala lilin itu
mereka utus satu diantara mereka untuk menyelidiki
tetapi ia hanya melihat dari kejauhan dan pulang kembali untuk bercerita kepada kawannya
kurang puas, mereka utus satu lagi
ia melihat lebih dekat dan membakarkan sedikit sayapnya pada lilin yang menyala itu
akhirnya ia kembali dengan sedikit luka di tubuhnya
ternyata ada yang belum puas dan ingin serba tahu
ia kesana dengan penuh rasa keingin tahuan
ia dekap lilin yang menyala itu
ia tahu seperti apa nyala lilin itu
menyala bersama tubuhnya yang turut serta
dari kejauhan ada kupu-kupu bijak yang sedari tadi mengamati
ia berkata
dia telah mengetahui apa yang ingin diketahuinya
tapi hanya dia sendiri yang tahu tak ada yang dapat menuturkannya


Rintih "Penjaja"

Hiruk pikuk jadi gelar
Melekat seolah tak mau menampak
Hiruk pikuk seolah menyandang
Sebuah kesengsaran dipundak pemuda

Hiruk pikuk seolah menjadi gelar
Seorang insan sayu memandang
Bebatuan diatas mengalir
Air cucuran hanyutkan sebuah harapan
Meratapi dan semakin sayu

Insan tergoda disaat ia melamun
Merintihkan sakit dipundaknya
Beban yang amat berat ia pikul
Bersama itu ia ikuti air mengali


Pujangga Kelabu

Ini wajah penuh bayang
Bayang akan gelapnya malam
Disaat kujejaki jalan berdua
Bersama penyesalan akan cerita
Kesalahanku sebelumnya
Membuatku tak menentu
Tak harap nyalkan api kehidupan
Menyalakan percikpun jadi mimpi

Sajak ini kubuat untukku mneyesal
Menyesal akan ceritaku
Di masa yang sulitSulit dalam segala hal
Kukatakan jua bersama ini
Penyesalan diri

Teringat pula bayangan cerah
Cerah di depan mata
Memandangi itu dengan segan
Dengan penuh harap kacau
Mengacau karena tak tau
Tentang perjalanan di belakangku
Hanya kulihat depan jalannya saja
Tak urung ku selalu merenung
Nasib pujangga kelabu


Semangat Gadis Desa

Paruh di ujung bukit

Menjulang tinggi Bertiang banbu

Rapuk tak akan jadi senandung

Tujuan hidup kuatkan hati

Senandung lara tak sayat lagi


Biarkan buih menerjang lautan

Ombang membiah menerjang mengekang

Biarkan sendau hiasi malam

Tak jadi musim dalam hidup

Hidup, bahagia dan tersenyum

Itu..

Hidup, merapuh dan melengguh

Juga...


Ratapan tiada berbuah

Lari dengan tujuan itu

Melangkahpun begitu

Mengayun sehelai ranting


Di pucung duri mawar

Melancip menusuk

Menumbuh Membui

Tapi tak membusuk!


Takdir Kehidupan

 Hidup ini dua
Dua untuk segalanya
Apa yang kalian fikirkan tak sedikitpun teriangku
Ini soal yang dua
Dua untuk semuanya
Semua itu biasa saja
Yang terpenting kita satu diantara dua
Kebaikan kita paling tidak
Kaya miskin biasa
Susah senang biasa
Semua dua
Tapi kita yang punya
Kendali dari semuanya
Siapkan kejutan untuk orang di luar sana
Yang dua, aku yang satu
Untuk mereka sadari
Paling tidak bukan kita yang miskin
Ketika ada si kaya dan si miskin
Palingtidak bukan kita yang susah
Ketika ada senang dan susah


Langkah Seseorang

Berayun menerpa angin
Terasa berat dalam inginku
Takterlalu cepat dengan jalanku.
Menjinjing kain serakan debu.
Jarak hidup hnaya sejengkal dari perjalananku..
Bukan berarti tak lama lagi
Semakin aku menharap kenyataaan di halaman buku lain,
Hidup haruslah ini
Tak apa merasa ragu
Nikmati jua buah ini
Seperti ini sekali lagi..
Merayu saja,
Aku tak mau memaksaNya untuk murka..
Seperti ini sekali lagi.


Harapan

Anginku hembuskan keinginan ini

Mengalihkan Rindu bersamanya

Buka sesosok kenangan wajah

Lihatlah....

Sepujuk jemari tangan ini

Membekaskan sayat di pohon rindang

Dengan rintih anjing malam

Menyongsong mentari nan cemerlang

Api tak selama ini bergejolak

Begitupun apa yang terjadi

Lihat juga dengan hatimu

Seakan berbaring di rawa pohon rimbun

Sesak air mengalir

Gemericik hening tanda melimpah

Aku tak sadar dengan semua ini

Apa yang kulakukan saat ini bukanlah semua tujuanku

Katakan itu padaku

Apa yang aku inginkan


Harapan Ini


Lembut terlambaikan kearahku

saat mentari berada tak jauh darikui

linang-melinang peluh di dahi

terlihat kesan dalam pikiranku

kapan akan berlalu?

harapan ini jangan kau hamparkan

lingkarkan semua itu ke tubuhku

lihatlah aku akan tersenyum saat itu

tapi Tuhan tetap yang sempurna

tidak untuk kita dalam hal ini

lihatlah apa yang membuatmu yakin saat ini

katakan apa yang memang akan keluar saat ini

dengarlah....

hanya sepercik saja

air mengalir tak terdengar saat ini

tapi ini harapanku

suatu yang tak tentu ujung saat ini

tapi tiada salah kita melihat ke arah sana


Pelita Hidup

Setiap lantun dari kata yang memang pantas terucap

Setiap rintih yang memang selalu begitu

Terasakan getaran dimana aku harus bersemayam saat tiada tempat aku melangkahkan ini semua

Hidupmu selalu begitu

Setia pada ucapanmu, doa, dan apa yang engkau rayukan untukku

Kala aku merasakan semua ini kekacauan

Engkau ada dengan kabanggaanmu dan ketetapanmu

Hidupmu hanya begitu

Tertawa di saat aku sadarkan diri

Tetapi engkau selalu menangis dikala aku terlalaikan waktu

Engkau memamang begitu

Lihatlah aku menyadari semua yang tlah lalu

Aku ingin engkau tersenyum saat aku tersadar dari lamunanku

Dengarkan aku Ibu


Hati Nurani

Hilang luka di balik batu

Terselubung lumut berlumur kapur

Duka juga mengalir

Seperti batu di arus kali

Tergelimpang tak tentu dengan keadaan

Hambar hati mengatakan sama

Luka bukan berarti akhir segala

Apa yang hidup bukanlah batu yang akan mengapung dengan ayunan air sungai

Alampun pernah menghijau dengan balutan air embun

Dengan apa kita percaya keadaan?

Air atau api

Seolah begitu


Senja Di Tepian

selaksa surya berayun di ujung pelangi
semburat merah jingga hias cakrawala
panas menghentak
melesat jauh menembus kisi senja
tinggalkan jejak lembayung di jalanan aspal kelam

selaksa rona gelap bersekat
luruh menyebar di atas hamparan bumi
mendung tertunduk syahdu pada penghadapan malam

selokan
comberan
sembulkan warna hitam pekat
tebarkan aroma sampah bergelimpangan 


Blog, Updated at: 19:45

0 comments:

Post a Comment