Diamlah
Izinkan aku berbicara di hadapan kalian
Dengarkanlah suara-suara kami
suara orang-orang diam
Menarik diri dari peradaban
dari hiruk pikuknya dunia
aku hanyalah seorang pemimpi
seorang penghayal
menganggap yang semu itu nyata
yang nyata itu semu
kahlil gibran bilang
setiap lelaki mencintai dua orang perempuan
satu dalam khayalannya yang begitu sempurna
dua adalah wanita bernafas yang penuh dengan kekurangan
sehingga dia bilang
haruskah aku menggantikan kedudukannya yang sempurna itu dengan wanita tanah liat yang bernafas ?
pernahkah kalian dengar
cerita sekawanan kupu-kupu yang ingin mengetahui seperti apa nyala lilin itu
mereka utus satu diantara mereka untuk menyelidiki
tetapi ia hanya melihat dari kejauhan dan pulang kembali untuk bercerita kepada kawannya
kurang puas, mereka utus satu lagi
ia melihat lebih dekat dan membakarkan sedikit sayapnya pada lilin yang menyala itu
akhirnya ia kembali dengan sedikit luka di tubuhnya
ternyata ada yang belum puas dan ingin serba tahu
ia kesana dengan penuh rasa keingin tahuan
ia dekap lilin yang menyala itu
ia tahu seperti apa nyala lilin itu
menyala bersama tubuhnya yang turut serta
dari kejauhan ada kupu-kupu bijak yang sedari tadi mengamati
ia berkata
dia telah mengetahui apa yang ingin diketahuinya
tapi hanya dia sendiri yang tahu tak ada yang dapat menuturkannya
Rintih "Penjaja"
Hiruk pikuk jadi gelar
Melekat seolah tak mau menampak
Hiruk pikuk seolah menyandang
Sebuah kesengsaran dipundak pemuda
Hiruk pikuk seolah menjadi gelar
Seorang insan sayu memandang
Bebatuan diatas mengalir
Air cucuran hanyutkan sebuah harapan
Meratapi dan semakin sayu
Insan tergoda disaat ia melamun
Merintihkan sakit dipundaknya
Beban yang amat berat ia pikul
Bersama itu ia ikuti air mengali
Pujangga Kelabu
Ini wajah penuh bayang
Bayang akan gelapnya malam
Disaat kujejaki jalan berdua
Bersama penyesalan akan cerita
Kesalahanku sebelumnya
Membuatku tak menentu
Tak harap nyalkan api kehidupan
Menyalakan percikpun jadi mimpi
Sajak ini kubuat untukku mneyesal
Menyesal akan ceritaku
Di masa yang sulitSulit dalam segala hal
Kukatakan jua bersama ini
Penyesalan diri
Teringat pula bayangan cerah
Cerah di depan mata
Memandangi itu dengan segan
Dengan penuh harap kacau
Mengacau karena tak tau
Tentang perjalanan di belakangku
Hanya kulihat depan jalannya saja
Tak urung ku selalu merenung
Nasib pujangga kelabu
Semangat Gadis Desa
Paruh di ujung bukit
Menjulang tinggi Bertiang banbu
Rapuk tak akan jadi senandung
Tujuan hidup kuatkan hati
Senandung lara tak sayat lagi
Biarkan buih menerjang lautan
Ombang membiah menerjang mengekang
Biarkan sendau hiasi malam
Tak jadi musim dalam hidup
Hidup, bahagia dan tersenyum
Itu..
Hidup, merapuh dan melengguh
Juga...
Ratapan tiada berbuah
Lari dengan tujuan itu
Melangkahpun begitu
Mengayun sehelai ranting
Di pucung duri mawar
Melancip menusuk
Menumbuh Membui
Tapi tak membusuk!
Takdir Kehidupan
Hidup ini dua
Dua untuk segalanya
Apa yang kalian fikirkan tak sedikitpun teriangku
Ini soal yang dua
Dua untuk semuanya
Semua itu biasa saja
Yang terpenting kita satu diantara dua
Kebaikan kita paling tidak
Kaya miskin biasa
Susah senang biasa
Semua dua
Tapi kita yang punya
Kendali dari semuanya
Siapkan kejutan untuk orang di luar sana
Yang dua, aku yang satu
Untuk mereka sadari
Paling tidak bukan kita yang miskin
Ketika ada si kaya dan si miskin
Palingtidak bukan kita yang susah
Ketika ada senang dan susah
Langkah Seseorang
Berayun menerpa angin
Terasa berat dalam inginku
Takterlalu cepat dengan jalanku.
Menjinjing kain serakan debu.
Jarak hidup hnaya sejengkal dari perjalananku..
Bukan berarti tak lama lagi
Semakin aku menharap kenyataaan di halaman buku lain,
Hidup haruslah ini
Tak apa merasa ragu
Nikmati jua buah ini
Seperti ini sekali lagi..
Merayu saja,
Aku tak mau memaksaNya untuk murka..
Seperti ini sekali lagi.
Harapan
Anginku hembuskan keinginan ini
Mengalihkan Rindu bersamanya
Buka sesosok kenangan wajah
Lihatlah....
Sepujuk jemari tangan ini
Membekaskan sayat di pohon rindang
Dengan rintih anjing malam
Menyongsong mentari nan cemerlang
Api tak selama ini bergejolak
Begitupun apa yang terjadi
Lihat juga dengan hatimu
Seakan berbaring di rawa pohon rimbun
Sesak air mengalir
Gemericik hening tanda melimpah
Aku tak sadar dengan semua ini
Apa yang kulakukan saat ini bukanlah semua tujuanku
Katakan itu padaku
Apa yang aku inginkan
Harapan Ini
Lembut terlambaikan kearahku
saat mentari berada tak jauh darikui
linang-melinang peluh di dahi
terlihat kesan dalam pikiranku
kapan akan berlalu?
harapan ini jangan kau hamparkan
lingkarkan semua itu ke tubuhku
lihatlah aku akan tersenyum saat itu
tapi Tuhan tetap yang sempurna
tidak untuk kita dalam hal ini
lihatlah apa yang membuatmu yakin saat ini
katakan apa yang memang akan keluar saat ini
dengarlah....
hanya sepercik saja
air mengalir tak terdengar saat ini
tapi ini harapanku
suatu yang tak tentu ujung saat ini
tapi tiada salah kita melihat ke arah sana
Pelita Hidup
Setiap lantun dari kata yang memang pantas terucap
Setiap rintih yang memang selalu begitu
Terasakan getaran dimana aku harus bersemayam saat tiada tempat aku melangkahkan ini semua
Hidupmu selalu begitu
Setia pada ucapanmu, doa, dan apa yang engkau rayukan untukku
Kala aku merasakan semua ini kekacauan
Engkau ada dengan kabanggaanmu dan ketetapanmu
Hidupmu hanya begitu
Tertawa di saat aku sadarkan diri
Tetapi engkau selalu menangis dikala aku terlalaikan waktu
Engkau memamang begitu
Lihatlah aku menyadari semua yang tlah lalu
Aku ingin engkau tersenyum saat aku tersadar dari lamunanku
Dengarkan aku Ibu
Hati Nurani
Hilang luka di balik batu
Terselubung lumut berlumur kapur
Duka juga mengalir
Seperti batu di arus kali
Tergelimpang tak tentu dengan keadaan
Hambar hati mengatakan sama
Luka bukan berarti akhir segala
Apa yang hidup bukanlah batu yang akan mengapung dengan ayunan air sungai
Alampun pernah menghijau dengan balutan air embun
Dengan apa kita percaya keadaan?
Air atau api
Seolah begitu
Senja Di Tepian
selaksa surya berayun di ujung pelangi
semburat merah jingga hias cakrawala
panas menghentak
melesat jauh menembus kisi senja
tinggalkan jejak lembayung di jalanan aspal kelam
selaksa rona gelap bersekat
luruh menyebar di atas hamparan bumi
mendung tertunduk syahdu pada penghadapan malam
selokan
comberan
sembulkan warna hitam pekat
tebarkan aroma sampah bergelimpangan
0 comments:
Post a Comment