SETIAP INSAN pasti dianugerahi
perasaan cinta, baik cinta yang sifatnya ilahiyah maupun insaniah. Dalam
makalah ini kita akan lebih menekankan pada aspek cinta insaniah, rasa cinta
yang muncul (timbul) karena faktor pribadi (manusia).
Namun, sebelum kita menyelam
lebih dalam tentang substansi dan inti cinta, kita perlu mengetahui terlebih
dahulu apa sebenarnya cinta itu? Makhluk sejenis apakah ia? Sehingga setiap
pribadi senantiasa berusaha dan berupaya mendapatkannya.
Batasan Cinta
Cinta tergolong makhluk misterius yang masih selalu dibalut oleh selimut
kerahasiaan. Ia sulit dimengerti dan difahami dengan penjelasan yang mudah dan
simpel. Ibnu Hazm al-Dhahari (seorang tokoh Mazhab Fiqh Dhahiri) menyatakan:
“Cinta itu tidak dapat dilukiskan, namun harus dirasakan dan dialami”. Komentar
Ibnu Hazm ini menunjukkan bahwa hingga saat inipun cinta masih menjadi misteri
besar bagi manusia.
Disamping Ibnu Hazm al-Dhahiri, dalam buku Untaian Permata Buat Anakku, yang
ditulis dengan indah oleh pakar Tafsir al-Quran jebolan Universitas al-Azhar
University, M. Quraish Shihab disebutkan bahwa “cinta berarti
kecenderungan hati pada sesuatu.”
Ia bersifat universal, tidak
tersekat oleh satu jenis tertentu, manusia, binatang, maupun
tumbuh-tumbuhan. Sifatnya umum, sehingga ketika hati cenderung pada lawan
jenis, maka itulah cinta. Tatkala hati kita cenderung pada materi kebendaan,
itulah cinta.
Hanya saja, pada umumnya, cinta senantiasa dikaitkan dengan
problematika remaja, sehingga dalam hal ini cinta mengalami penyempitan makna,
karena telah menjadi monopoli makhluk yang bernama manusia.1)
Dari pernyataan tersebut, dapat ditangkap sebuah pengetahuan baru bahwa,
“sangat mustahil” orang yang sedang mengalami jalinan cinta kasih, tetapi
hatinya tidak memiliki kecenderungan sedikit pun pada yang dicintainya.
Dan yang perlu ditelaah lebih
jauh, kecenderungan hati ini bersifat umum, baik kecenderungan untuk memiliki,
untuk selalu dekat, untuk senantiasa bersua setiap saat dan aneka kecenderungan
lainnya. Kecenderungan ini sebenarnya berawal dari faktor keterkesanan
seseorang pada sesuatu (laki-laki/perempuan).
Dalam konteks ini cinta seseorang terkesan pada sesuatu yang melekat pada diri
si pria/perempuan, baik terkesan pada kecantikan/ketampanannya yang menawan dan
mempesona, pada kapabilitas intelektualnya, pada kelembutan pribadinya, ataupun
yang cukup remeh-temeh, pada sebuah kacamata yang dikenakannya dengan anggun,
dan lain sebagainya. Keterkesanan ini akan menimbulkan kecenderungan hati.
Itulah cinta!2)
Cinta juga menimbulkan keanehan. Hal ini biasanya timbul karena adanya
perubahan yang terjadi pada diri pelakunya. Perubahan ini disebabkan belum
terbentuknya kesiapan kondisi jiwa dalam menghadapi segala konsekuensi yang
akan dimunculkan oleh cinta. “Bila datang rasa cinta, hati-hati dan waspada.
Jaga, pelihara serta kuasailah.”3) Karena tidak adanya penguasaan itulah,
terkadang kita menjadi seorang yang rajin sekolah, shalat berjamaah, padahal
sebelum menemukan cinta, kita terkungkung dalam kemalasan. Apa pasal? Di situ
ada sosok yang kita cintai, sehingga kita bisa berubah. Dari sini dapat kita
tarik hikmah bahwa cinta mengandung dualisme dampak; positif dan negatif.
Kalau dengan adanya jalinan
cinta kasih, justeru akan membuat diri kita maju dan berkembang, maka dalam
posisi ini cinta berdampak positif. Dan bila cinta justeru membuat diri kita
berjalan di tempat dan terbelakang, maka cinta berdampak negatif.
Sekarang tugas kita bagaimana
dapat memanfaatkan jalinan cinta kasih sebagai sarana untuk maju? Bagaimana
kita memanfaatkan jalinan cinta kasih tidak hanya sekedar untuk bertemu, tapi
sebagai sarana tukar pikiran dan pendapat, misalnya? Nah, jalinan cinta kasih
seperti inilah yang akan mendatangkan keberhasilan. Bisa kita bayangkan, cinta
yang hanya dilandasi nafsu untuk bersua semata, senda gurau, ngobrol yang tak
ada artinya, apa yang akan kita dapatkan? Relakah pengetahuan kita hilang
karena tertutup olehnya?
Itulah pemaknaan cinta yang secara dominan dipahami oleh kalangan remaja.
Padadal cinta sendiri memiliki bentuk yang beragam. Dalam buku Tafsir
Sepersepuluh dari al-Quran al-Karim dijelaskan, bahwa terdapat macam-macam
mahabbah (kecintaan), yaitu 1) mahabbatullah (cinta kepada Allah),
adalah dasar utama keimanan; 2) al-mahabbah fi Allah (cinta karena
Allah), yaitu loyalitas pada kaum mukminin dan mencintai mereka secara global;
3) mahabbah ma`allah (kecintaan bersama Allah), yaitu mencintai selain
Allah dalam kecintaan yang wajib sama seperti mencintai Allah; dan 4) mahabbah thabi`iyyah
(kecintaan yang wajar), seperti mencintai kedua orang tua, anak-anak, makanan
dan lainnya. Kecintaan ini adalah boleh.4)
Masalah Cinta
Dalam konteks cinta remaja, cinta selalu dikaitkan dengan hubungan
laki-laki/perempuan (pacaran). Inilah yang sejak dulu hingga kini menjadi
permasalahan bagi remaja. Karena cinta seringkali tidak membawa kemaslahatan,
melainkan justru mendatangkan kemadharatan bagi pelakunya.
Pada hakikatnya cinta itu suci, namun para
pelakunya yang menodai cinta itu sendiri dengan attitude (sikap) yang tidak
sesuai norma-norma agama. Cinta yang mendatangkan kemadharatan adalah cinta
yang terselimuti hawa nafsu, kemunafikan, perilaku yang tidak senonoh dan
sebagainya oleh para pelaku cinta (remaja) dalam kemaksiatan.
Apalagi gaya berpacaran remaja sekarang selalu identik dengan gaya berpacaran
penuh kemaksiatan, seperti binatang yang tak mengenal aturan. Mislanya
melakukan seks bebas, bermesraan di tempat-umum, dll. Anehnya, mereka
melakukannya tanpa perasaan malu atau berdosa.
Terkadang bukan hanya hubungan
berpacaran saja yang dipenuhi kemaksiatan, bahkan pemuda-pemudi yang hanya
bersahabat saja mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang tak sewajarnya.
Hasil apakah yang didapatkan dari persahabatan muda-mudi yang bebas seperti
itu? Marilah kita melihat hubungan (pacaran) ini setelah kita meyakini bahwa
cinta adalah pondasi yang tak mendatangkan masalah dan memiliki posisi
terhormat dalam agama kita.
Pemuda dan pemudi barangkali memiliki perasaan
tertentu.
Kemudian, ketika merasa bersalah mereka berusaha memperbaiki
kesalahan mereka. Namun sayangnya, cara yang ditempuh pun salah yaitu lewat
perkawinan diam-diam.
Tentu saja, ini merupakan cara yang mengherankan; seorang pemuda yang merasa
bersalah malah berusaha memperbaiki kesalahannya dengan kesalahan yang baru.
Karena kemampuan dan kondisi sosial tidak mendukungnya untuk menikah saat masih
kuliah, ia pun memberanikan diri untuk melakukan perkawinan diam-diam.
Lalu apakah hasil dari pernikahan semacam ini?
Dua atau tiga bulan setelah pernikahan, muncullah persoalan. Si pemuda
meninggalkan pasangannya bukan lantaran takut dan merasa terhina dengan
perkawinan itu, melainkan lantaran merasa berada dalam kondisi yang tidak
alami. Ia tidak bisa menghadapi keluarganya.
Ia tidak sanggup membawa wanita itu kepada
keluarganya, dan ia merasa bahwa wanita itu “murahan” serta rendahan.
Untuk itu, kita harus bertanggungjawab terhadap apapun yang ada pada diri kita,
karena diri kita adalah amanah Allah SWT yang harus dipergunakan untuk hal-hal
yang baik.
Dalam Bidayatul Hidayah karangan Imam al-Ghazali (w. 505 H)
dijelaskan, bahwa “Sesungguhnya kamu melakukan maksiat kepada Allah SWT dengan
anggota tubuhmu.
Padahal, anggota tubuhmu adalah
nikmat dari Allah SWT bagimu dan amanat yang ada di tanganmu. Menggunakan
nikmat Allah SWT sebagai penolong untuk melakukan maksiat kepada-Nya adalah
puncak kekufuran”.
Dan mengkhianati amanat yang dititipkan padamu oleh Allah
SWT adalah puncak kelaliman. Anggota tubuhmu adalah rakyat-rakyatmu.
Karena itu, perhatikanlah bagaimana kamu harus
memimpinnya. Sebab, masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan masing-masing
dari kalian bertanggungjawan atas apa yang dipimpinnya.5)
Cinta yang Sesungguhnya
Max Luscher dengan cukup mengejutkan mengatakan: “Cinta tanpa hasrat seks, seperti
kertas kosong yang tak tertulisi”. Apa maksudnya? Cinta itu sama sekali tidak
mempunyai nilai seni, hampa dan gersang. Biasanya sebuah pandangan akan selalu
terkait erat dengan faktor sosiologis dan latar belakang yang bersangkutan,
baik latar belakang keluarga, pergaulan, maupun pendidikan.
Ini mungkin karena latar
belakang budaya lingkungan yang dia serap penuh dengan aroma seks, sehingga
semuanya harus bermotifkan seks. Namun fatwa cinta model Luscher inilah yang
banyak diamalkan muda-mudi zaman ini. Ini jelas bertolak belakang dengan konsep
cinta sejati.
Erick From, misalnya, pernah
bertutur: “Cinta adalah untuk memberi tidak untuk menerima.” Cinta sejati
seperti inilah yang seharusnya menjadi motivasi awal jalinan kasih, bukan
karena faktor lain.6) Karenanya, cinta birahi ala Max Luscher yang banyak
dijalani oleh remaja perlu diberi pelurusan, sehingga diharapkan tidak
menyimpang dari fitrah cinta itu sendiri.
Bagaimana cinta menurut Islam? Cinta islami senantiasa dibangun di atas pondasi
yang bercorak islam; al-Quran dan Hadis. Pandangan Max Luscher tentang cinta
yang diidentikkan dengan pemuasan seks itu, karenanya bertolak belakang dengan
paradigma dan semangat cinta islami.
Pandangan tersebut dilatarbelakangi
paradigma Barat yang jauh dari nilai keislaman dan bahkan cenderung bebas tanpa
aturan ilahiah. Karenanya, kita perlu mencoba menerapkan konsep cinta yang
ditawarkan oleh Islam. Islam menekankan kepada para penjalin (pelaku) cinta
kasih untuk mencintai kekasihnya dengan landasan ilahiyah (ketuhanan), semata
karena Allah SWT.
Dalam salah satu Hadis Qudsi-Nya
Allah mengatakan; “Kecintaan-Ku wajib kuberikan kepada orang yang menjalin
cinta kasih semata karena Aku” (wajabat mahabbatii li al-mutahabbina fiyya).
Disamping itu, Islam juga menekankan kepada pelaku cinta kasih untuk mencintai
kekasihnya secara wajar, tidak kelewat batas. Sebab, sesuatu yang ditanamkan
secara berlebihan, ketika tercerabut akan meninggalkan luka/bekas yang dalam
dan sulit dihilangkan.
Orang yang mencintai kekasihnya
dengan porsi kecintaan yang berlebihan, ketika ia ditinggalkan (dikhianati)
oleh sang terkasih, maka ia akan merasakan sakit hati dan kepedihan yang
kelewat batas pula, bahkan boleh jadi menimbulkan kegilaan dan hal ini sering
kali terjadi.7)
Menurut Nurul H. Maarif, konsep “kewajaran cinta kasih” di atas sebenarnya
diilhami oleh Hadis Nabi Muhammad Saw yang menekankan kepada pelaku cinta kasih
supaya mencintai kekasih hatinya secara biasa-biasa saja (wajar), karena tidak
menutup pintu kemungkinan, sang terkasih pada suatu saat justeru akan menjadi
musuh yang paling dibenci. Begitu pula terhadap orang yang dibenci, jangan
kelewat batas memberikan porsi kebencian kepadanya, karena siapa sangka pada
suatu saat nanti ia justeru akan menjadi orang yang paling dicintai dan
dikasihi.
Semuanya serba mungkin terjadi,
dan itulah skenario yang dimainkan oleh Allah SWT dengan cantik, namun
tak terduga. Kekasih adalah sosok yang dekat kepada kita. Rahasia, keluh kesah,
beban hati, suka cita, dan hal-hal lainnya dengan tulus ikhlas akan diutarakan
kepadanya tanpa sedikit pun terbersit kecurigaan. Rahasia pribadi akan mengalir
dengan deras dan lancar ke telinga sang terkasih untuk disemayamkan di dalam
lubuk hatinya yang paling dalam.
Namun demikian, kita perlu menanamkan sikap
waspada dan hati-hati, walau terhadap orang yang sangat kita percaya.
Kepercayaan belum tentu selamanya akan langgeng sebagai kepercayaan.
Kepercayaan dapat berubah menjadi pengkhianatan.8)
Selain “kewajaran cinta”, Islam juga menekankan kepada pelaku cinta kasih untuk
memilih kekasihnya berdasarkan tingkat keberagamaan, bukan karena harta,
kecantikan, maupun garis keturunan. Selain agama, semuanya hanya keduniaan yang
semu penuh ilusi dan belum tentu akan membawa kebahagiaan di akhirat.
Jangan kita
terpesona oleh kebahagiaan semu yang justru tadak akan mendatangkan kebahagiaan
haqiqi. Janganlah kita berbahagia terhadap hal-hal yang justru tidak akan
membuat kebahagiaan.9)
Cinta, bahkan dimaknai secara unik oleh kalangan sufi. Tentu cinta yang tidak
pada lawan jenis melainkan kepada Sang Kekasih, yakni Allah SWT.
Inilah cinta yang sesungguhnya.
Abu Yazid al-Bustami menyatakan bahwa “Cinta adalah membebaskan hal-hal sebesar
apapun yang datang dari dalam diri dan membesar-besarkan hal-hal kecil yang
datang dari sang kekasih”.
Sementara al-Junayd berkata bahwa “Cinta
berarti merasuknya sifat-sifat Sang Kekasih ke dalam diri, mengambil alih
sifat-sifat Sang Pencipta”. Bagi al-Junayd, keadaan ini menunjukkan betapa hati
si pencinta direnggut oleh ingatan akan sifat-sifat Sang Kekasih, tak satupun
yang tertinggal selain ingatan akan sifat-sifat sang kekasih, hingga si
pencinta lupa dan tak sadar akan sifat-sifatnya sendiri.
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq
menegaskan bahwa “Cinta adalah kelezatan. Akan tetapi hakikatnya adalah
kedahsyatan”. Rasulullah Saw memberikan isyarat akan keajaiban gejolak cinta
ini dalam sebuah Hadis: “Cintamu pada sesuatu, membutakan dan menulikan.”
(HR. Abu Dawud).10)
Adab Bergaul dengan Lawan Jenis
Menjadi manusia yang beriman kepada Allah SWT tentu tidak mudah, karena banyak
godaan dalam mencapainya, dikarenakan balasan yang Allah SWT janjikan pun tidak
terbandingkan dan semua orang pun menginginkannya.
Sebaik-baiknya pemudi ialah pemudi atau
fatayaat yang mampu menjaga dirinya dari godaan.11) Godaan-godaan untuk menjadi
orang shalih/ah sering kali datang dan menggebu-gebu saat kita menginjak usia
remaja, di mana pubertas seseorang ada di masa ini. Bukan hal yang mudah pula
bagi remaja muslim untuk melewati masa ini.
Namun sungguh sangat indah remaja yang mampu
lulus melewati masa pubertas yang penuh godaan ini. Karenanya, sudah seharusnya
kita bersabar dalam mengendalikan hawa nafsu. Imam al-Ghazali menuturkan;
“Sabar adalah suatu kondisi psikologi tertentu dimana hati digunakan untuk mengendalikan
nafsu”.12) Di sinilah kesabaran pemuda-pemudi seringkali kalah oleh nafsunya.
Salah satu godaan yang amat besar pada usia remaja adalah “rasa ketertarikan
terhadap lawan jenis”. Memang, rasa tertarik terhadap lawan jenis adalah fitrah
manusia, baik wanita atau lelaki. Namun, kalau kita tidak bisa memenej perasaan
tersebut, maka hal itu akan menjadi mala petaka yang amat besar, baik untuk
diri sendiri ataupun untuk orang yang kita sukai. Sudah Allah SWT tunjukkan
dalam sebuah Hadis Rasulullah Saw; “Zina kedua mata adalah dengan melihat.
Zina kedua telinga adalah
dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan
meraba (menyentuh).
Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan
menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan
atau mengingkari yang demikian.”
(HR. Muslim).13)
Sebagai hamba Allah SWT kita harus yakin bahwa kehormatan kita harus dijaga dan
dirawat, terlebih ketika berkomunikasi atau bergaul dengan lawan jenis, agar
tidak ada madharat (bahaya) atau bahkan fitnah yang bisa muncul.
Untuk itu,
sebaiknya kita sebagai remaja memperhatikan dan menjaga adab dalam bergaul
dengan lawan jenis. Diantara adab-adab itu adalah:14)
Pertama, jangan berkhalwat (berdua-duaan). TTM atau teman tapi mesra, ke
mana-mana bareng, hal ini merupakan gambaran remaja umumnya saat ini, dimana
batas-batas pergaulan di sekolah umum sudah sangat tidak wajar dan melanggar
prinsip Islam. Namun tidak mengapa kita sekolah di sekolah umum, jika tetap
bisa menjaga adab-adab bergaul dengan lawan jenis.
Jika ada seorang laki-laki
berduaan dengan seorang perempuan, maka yang ketiga sebagai pendampingnya
adalah setan. Dari Umar bin al-Khattab, ia berkhutbah di hadapan manusia di
Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus).
Ia membawakan sabda Nabi Muhammad
Saw; “Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita
(yang bukan mahramnya), karena setan adalah orang yang ketiganya. Siapa yang
bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya, maka dia adalah
seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad).
Kedua, menundukkan pandangan. Pandangan laki-laki terhadap perempuan
atau sebaliknya adalah termasuk panah-panah setan. Banyak hal buruk yang timbul
dari pandangan, karena pandangan yang disertai nafsu inilah pintu munculnya
keburukan. Kalau pandangan itu cuma sekilas saja, spontanitas atau tidak
sengaja, maka tidak menjadi masalah pandangan mata tersebut. Pandangan pertama
yang tidak sengaja diperbolehkan, namun selanjutnya adalah haram.
Ketiga, jaga aurat terhadap lawan jenis. Jagalah aurat kita dari
pandangan laki-laki/perempuan yang bukan mahramnya. Yang tidak termasuk mahram
seperti teman sekolah, teman bermain, teman pena.
Bahkan teman dekat pun kalau dia
bukan mahram kita, maka kita wajib menutup aurat.
Baiknya, pakailah busana yang
sesuai kreteria 4T: Tutup aurat, Tidak transparan (tembus pandang), Tidak ketat
dan Tidak menyerupai pakaian lawan jenis. Apabila 4 kriteria ini sudah
terpenuhi, maka pakaian itu sudah sesuai dengan ketentuan Islam.15)
Keempat, tidak boleh ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan).
Ikhtilat itu adalah campur baurnya seorang laki-laki dan perempuan di satu
tempat tanpa ada hijab atau pembatas yang memisahkan mereka.
Tanpa pembatas
itu, masing-masing laki-laki atau perempuan bisa melihat lawan jenis dengan
sangat mudah dan sesuka hatinya. Ikhtilat ini sangat potensial memunculkan
hal-hal yang tidak diinginkan bagi kalangan remaja.
Kelima, menjaga kemaluan. Menjaga kemaluan juga bukan hal yang mudah,
karena dewasa ini banyak sekali remaja yang terjebak dalam pergaulan dan seks
bebas. Sebagai muslim, kita wajib tahu bagaimana caranya menjaga kemaluan.
Caranya antara lain dengan tidak melihat gambar-gambar yang senonoh atau
membangkitkan nafsu syahwat, tidak terlalu sering membaca atau menonton
kisah-kisah percintaan. Juga tidak sering bercampur secara bebas dengan lawan
jenis.
Taubat dari Pacaran
Taubat adalah mencuci hati yang kotor dengan air mata dan membakarnya dengan
kobaran api penyesalan.16) Tidak diragukan lagi bahwa taubat adalah sesuatu
yang harus dilakukan bagi pelaku dosa, apalagi dosa tersebut adalah dosa besar
semisal perzinaan akibat pacaran tanpa aturan.
Di antara hal yang membuat dosa
bisa menjadi besar adalah jika maksiat dilakukan terus-menerus. Contoh yang
biasa dilakukan oleh kawula muda adalah pacaran, karena tidak ada pacaran yang
lepas dari jalan yang haram dan merupakan jalan menuju zina.
Karena itu, untuk melindungi masa depan kita sebagai remaja, maka kita harus
menjaga diri dari menjalin hubungan pacaran yang bisa jadi akibatnya akan
merugikan diri kita sendiri, keluarga dan masyarakat. Untuk itu, ada beberapa
hal penting yang perlu diingat untuk memperbaiki kualitas diri kita.
Pertama,
berbagai sisi pacaran itu terlarang. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah
kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.
Dan suatu jalan yang buruk.” (Qs. al-Isra: 32). Dan sudah tidak diragukan
lagi bahwa pacaran yang dilandasi nafsu semata akan menggiring pada zina, karena
hati bisa tergoda oleh kata-kata cinta. Tangan bisa berbuat nakal dengan
menyentuh pasangan yang bukan miliknya yang halal.
Kedua, dosa mengharuskan taubat. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya).” (Qs. At-Tahrim: 8). Ujung zina adalah penyesalan. Dosa
apapun akan menimbulkan kerugian. Apalgi dengan berzina, maka selain berdosa,
juga akan diselimuti oleh rasa penyesalan. Dan itu sesuai realita. Awal zina dipenuhi
rasa khawatir.
Coba lihat saja apa yang
dilakukan orang yang hendak berzina. Awalnya mereka berusaha tidak terlihat
orang lain, khawatir ada yang melihat perbuatan dosa mereka, ujung-ujungnya
dipenuhi rasa penyesalan. Karena bisa jadi si perempuan hamil, si laki-laki
dituntut tanggaungjawab. Akhirnya pusing kepayang dan yang ada adalah rasa
malu. Naik ke pelaminan pun sudah dicap “jelek” karena terpaksa “married by
accident” (MBA).17)
Na’udzubillah min dzalik. Kita berlindung kepada Allah SWT dari keburukan-keburukan
yang terjadi di masa remaja kita. Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk
senantiasa berada dalam kebaikan dan menjauhkan kita dari berbagai kemaksiatan.
Wa Allah alam.
Cikulur, 18 Maret 2013
*) Makalah disampaikan pada Halqah Remaja “Triple Ing Community”
(Triping.Com), Jum’at, 22 Maret 2013, di Pondok Baca Qi Falah Cikulur Lebak
Banten.
**) Aktivis Triple Ing Community (Triping.Com), Penyiar Radio Qi FM 107.07,
Siswi Kelas XI IPA SMA Qothrotul Falah.
1) Nurul H. Maarif,
“Gejolak Hati: Refleksi Tentang Cinta” dalam Kumpulan Makalah S1 dan S2 UIN
Jakarta 1998-2007, (Ttp.: T.Th.), h. 2.
2) Nurul H. Maarif, “Gejolak Hati: Refleksi Tentang Cinta”, h. 2.
3) Ini kutipan lagu yang dinyanyikan oleh H. Rhoma Irama.
4) NN, Tafsir Sepersepuluh dari al-Quran al-Karim (Ttp.: Jam’iyyah
Da’wah Islamiyah, 1427 H), h. 87-88.
5) Imam al-Ghazali, Bidayatul Hidayah (Jakarta: Himmah, 2008), h. 172.
6) Nurul H. Maarif, “Gejolak Hati: Refleksi Tentang Cinta”, h. 2-3.
7) Nurul H. Maarif, “Gejolak Hati: Refleksi Tentang Cinta”, h. 3.
8) Nurul H. Maarif, “Gejolak Hati: Refleksi Tentang Cinta”, h. 3.
9) Nurul H. Maarif, “Gejolak Hati: Refleksi Tentang Cinta”, h. 3.
10) Taufik Rahman, Sex-Q Kecerdasan Seksual; Mengelola Syahwat Menjadi
Energi Kreatif (Jakarta: Hikmah, 2006), h. 60-61.
11) www.remajamuslim.com
12) Ahmad Hidayat, Dahsyatnya Sabar (Jakarta: Alita, 2010), h. 7.
13) www.remajamuslim.com
14) www.remajamuslim.com
15) Ali Mustafa Yaqub, 25 Menit Bersama Obama (Ciputat: Pustaka
Darus-Sunnah, 2011),
h. 51. Tentang kreteria berpakaian yang mengedepankan 4T, lihat juga: Ali
Mustafa Yaqub, Haji Pengabdi Setan (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006), h.
124.
16) ‘Aidh al-Qarni, Menjadi Wanita Paling Bahagia (Jakarta: Qisthi
Press, 2006), h. 123.
17) www.remajaislam.com
DAFTAR PUSTAKA
1. al-Qur’an al-Karim
2. ‘Aidh al-Qarni. Menjadi Wanita Paling Bahagia.
Jakarta: Qisthi Press, 2006.
3. Ahmad Hidayat. Dahsyatnya Sabar. Jakarta: Alita,
2010.
4. Imam al-Ghazali. Bidayatul Hidayah. Jakarta: Himmah,
2008.
5. Maarif, Nurul H. “Gejolak Hati: Refleksi Tentang Cinta”
dalam Kumpulan Makalah S1 dan S2 UIN Jakarta 1998-2007. Ttp.: T.Th.
6. NN. Tafsir Sepersepuluh dari al-Quran al-Karim.
Ttp.: Jam’iyyah Da’wah Islamiyah, 1427 H.
7. Taufik Rahman. Sex-Q Kecerdasan Seksual; Mengelola
Syahwat Menjadi Energi Kreatif. Jakarta: Hikmah, 2006.
8. www.remajamuslim.com
9. Yaqub Ali, Mustafa. Haji Pengabdi Setan. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2006.
10. Yaqub, Ali Mustafa. 25 Menit Bersama Obama.
Ciputat: Pustaka Darus-Sunnah, 2011.
Home» MOTIVASI PELAJAR DAN REMAJA MASA KINI» pergaulan remaja» Percintaan dan Pergaulan Remaja Dalam Pandangan Islam
Percintaan dan Pergaulan Remaja Dalam Pandangan Islam
Posted by Seputar Remaja on Monday 16 June 2014
Blog, Updated at: 19:27
0 comments:
Post a Comment