Kata visi bukan merupakan kosa kata baru untuk kita dengar. Di mana-mana
banyak orang menempelkan visi mereka. Pemerintahan, perusahaan sampai kepada
grup-grup aktivitas sosial juga memiliki visi sendiri untuk bergerak ke depan.
Sekolah tempat penulis mengabdi juga punya visi yaitu ‘menciptakan generasi
cemerlang berdasarkan imtaq (iman dan taqwa) dan Iptek (Ilmu pengetahuan dan
tekhnologi).
Visi adalah pandangan ke depan atau keinginan yang perlu diwujudkan di
masa depan. Visi juga dapat dikatakan sebagai cita-cita yang ingin dicapai.
Anak sekolah yang hidup dalam beberapa tahun silam, mungkin tahun
1960-an, 1970-an dan tahun 1980-an, masih punya cita-cita. “Kalau kamu
besar nanti kamu mau jadi apa ?”. “Saya mau jadi presiden, jadi guru, jadi
polisi, jadi pilot, jadi tentara, jadi dokter”.
Cita-cita yang disebutkan di atas layak sebagai jawaban dari anak-anak yang
belajar di taman Sekolah Dasar atau kanak-kanak. Sementara cita-cita dan
jawaban remaja pada masa itu mungkin sudah punya referensi, sesuai dengan
biografi yang mereka baca.
“Saya ingin menjadi arsitektur, diplomat, pengacara,
atau saya ingin menjadi hebat seperti Haji Agus Salim atau Presiden Sukarno”.
Waktu atau zaman pun bergulir. Banyak remaja terbawa arus mode dan gaya
hidup. Sebagian mengadopsi gaya selebriti “penyanyi, pemusi, bintang iklan,
bintang film/ bintang sinetron, presenter dan atlik olah raga’.
Sekarang atlet
sepak bola seperti Zidane, David Beckham, juga atlet ngetop di Indonesia
seperti Irfan Bachdim, dan atlet blasteran lainnya telah menjadi tokoh
selebriti”. Kalau ditanya pada remaja, kemungkinan jawab mereka adalah “Saya
ingin jadi presenter, bintang sinetron atau ingin jadi selebriti”.
Namun remaja yang punya visi atau cita-cita seperti ini juga tidak banyak.
Kecuali bagi mereka yang punya fasilitas- punya gitar, piano, biola, raket
tennis atau bagi yang mampu masuk klub olah raga yang biayanya agak mahal.
Yang
lain cuma bengong dan gigit jari, “Kamu mau jadi apa nanti?”, jawab mereka
“belum terfikir, tergantung nilai ujian akhir, tergantung passing grade pada
bimbingan belajar, tergantung mama dan papa, pokoknya I don’t know !!”.
Itulah gambaran sebagian remaja di tahun 2000-an ini. Stereotype atau
gambaran menurun orang kebanyakan bahwa “remaja sekarang banyak yang memiliki
karakter cengeng, manja, cuek mudah stress dan serba ingin dibantu”.
Gambara seperti ini mungkin dapat disangkutkan kepada remaja yang sedang study
di SMA, SMK, MAN dan juga sebagian mahasiswa yang lagi studi di Perguruan
Tinggi.
Coba lihat foto-foto remaja atau mahasiwa lewat facebook yang sedang
studi di Perguruan Tinggi favorite atau perguruan tinggi di daerah. Yang
terlihat adalah bukan suasana ilmiah/ kuliah, cuma suasana santai, ya
sekedar acara makan-makan, godain pacar, atau foto jalan-jalan bareng”.
Beda
jauh dengan foto yang dibuat oleh tokoh hebat dari negara kita. Misalnya foto
Muhammad Hatta sedang baca buku di sebuah kamar di Belanda, Buya Hamka sedang
menyiapkan artikel, Haji Agus Salim sedang berdiri di atas podium.
Stereotype terhadap kebanyakan pelajar sekarang adalah bahwa mereka
berpenampilan santai, banyak malas dan suka serba diatur atau serba diurus
terus.
Apa yang terjadi kalau stereotype ini memang terjadi. Tentu negeri ini
akan penuh dengan orang-orang yang suka cuek, santai, malas, cengeng, manja,
passive dan tidak mandiri. Sementara yang dibutuhkan negara adalah orang-orang
yang berkarakter “endeavour”.
Endeavour berarti semangat yang selalu suka kerja keras dan suka kerja,
bukan bekerja dan belajar asal asalan, tidak angin-anginan atau (maaf) tidak
berkarakter hangat-hangat tai ayam. Endeavour adalah karakter oran- orang dari
negara maju.
Agama kita (Islam) mengajarkan - man jadda wa jadda-
Siapa yang sungguh sungguh akan berhasil. Ternyata ungkapan ini telah
dipungut oleh orang-orang dari negara maju.
Memang benar bahwa umumnya orang-orang dari negara maju berkarakter
endeavour. Orang-orang dari negeri kita juga ada yang berkarakter endeavour-
memiliki semangat hidup yang hebat, tekun dalam bekerja dan belajar serta
bertanggung jawab atas diri sendiri. Orang-orang yang seperti ini tentu
memiliki visi dan misi dalam hidup untuk meraih masa depan.
Namun jumlah
orang yang begini tidak banyak. Untuk membuat populasi remaja yang punya
visi dalam hidup bias berlipat ganda, maka mereka perlu membuka diri dan
harus dimotivasi dan diberi pasokan motivasi atau energi positif.
Media massa di negara kita juga cukup hebat. Isinya tidak cuma sebatas
berita dan hiburan, namun juga ada yang berisi tentang motivasi untuk
pembacanya, dan sayang untuk dilewatkan.
Koran nasional “Seputar Indonesia” atau Koran Sindo (Jum’at 11, Maret 2011)
menulis headline tentang “14 orang WNI yang tercatat sebagai orang terkaya di
dunia”. Di sini juga diungkapkan tentang 10 orang terkaya di dunia, mereka
berasal dari 6 negara yaitu Meksiko, Amerika Serikat, Perancis, India, Spanyol
dan Brazil.
Banyak remaja cuma tahu dengan merek mobile phone (HP= Hand Phone) seperti
Nokia, Siemens, Samsung, Nexian, BB, Sony, dan lain lain. Atau mereka
hanya tahu dengan penyedia jasa telekomunikasi seperti “telkomsel, indosat,
esia, XL dan lain-lain.
Ya mereka kemudian menjadi orang yang hanya
pintar menggenggam HP dan menebar SMS yang isinya hanya sebatas
ungkapan picisan (murahan) tentang cinta, cemburu, benci, sakit hati atau
dendam.
Sementara itu orang terkaya di dunia ada yang bisa jutawan atau milyuner
karena menekuni pekerjaan dalam bidang jasa telekomunikasi untuk melayani
jutaan orang.
Carlos Slim, misalnya, seorang pengusaha telekomunikasi Meksiko,
ia tidak terlalu dikenal oleh public di luar Meksiko. Ia telah menguasai
kerajaan telekomunikasi. Bill Gate menjadi kaya melalui Microsoft, yang membuat
puluhan juta orang yang tergila-gila dengan internet.
Barangkali mimpi Carlos Slim dan Bill Gate ketika remaja berbeda dengan
mimpi banyak remaja di negeri ini, yang mana sebahagian mereka mungkin
bermimpi bagaimana bisa kuliah setelah lulus SMA, kemudian setelah wisuda
bias kerja untuk jadi PNS, kerja BUMN atau swasta. Kalau tidak mampu ya pergi
mengadu nasib pada paman atau mencari juragan di kota lain.
Pernyataan ini bukan asal tulis saja. Ini malah sebuah kenyataan bahwa
banyak orang yang setelah menuntut ilmu selama 17 tahun- 6 tahun di SD, 3 tahun
di SMP, 3 tahun di SMA dan 4 atau 5 tahun di Perguruan Tinggi, hanya mampu
sebagai pelamar kerja jadi PNS, BUMN atau jadi TNI dan Polisi.
Bila belum
berhasil ya bertahan sebagai tenaga honorer.Pada hal untuk menyelesaikan kuliah
sudah menghabiskan dana puluhan juta rupiah. Namun kemudian kok malah
menjadi sarjana bengong saja. Dan honor yang diterima cuma beberapa perak saja,
wah tidak berimbang.
Ada orang, kika tidak berhasil dalam meraih mimpi atau cita- cita, mereka
segera banting stir untuk menekuni bidang lain- bidang konstruksi bangunan,
transportasi, music, peternakan, industry kecil dan sebagainya.
Ada yang
bergelar sarjana hukum namun ternyata menjadi sukses sebagai pemilik 5 buah
restoran. Ini sangat wajar dan terjadi setelah mereka memiliki pasokan motivasi
dalam diri mereka. Mereka tidak berkarakter nrimo, pantang menyerah atau
pasrah saja atas kesulitan hidup ini.
Ternyata bahwa 14 orang terkaya di dunia, menurut versi majalah Forbes,
menjadi kaya bukan karena melalui PNS, pegawai swasta, buruh atau pegawai BUMN.
Orang-orang tersebut bisa berprestasi setelah mampu melewati sejumlah kesulitan
dan kegagalan hidup. Mereka ternyata memiliki visi dan misi atau cita cita
untuk hidup di masa depan.
Budi Hartono dan Michael Hartono bisa melejit prestasinya melalui pabrik
rokok Djarum (banyak orang tetap merokok, walau pada label rokok sudah ada
peringatan bahwa rokok penyebab kanker dan impotensi). Hartanya semakin
bertambah melalui kepemilikan bank swasta besar yaitu Bank BCA.
Low Tuck Kwong menjadi kaya lewat bisnis batubara. Martua Sitorus juga bisa
memiliki banyak uang karena memiliki bisnis sawit- menjadi produsen minyak
kelapa sawit dan bisnis gula. Ketika remaja ia berbisnis udang, dari
sinilah bakat bisnisnya tumbuh pesat.
Peter Sondakh bisa memiliki banyak uang setelah memiliki bisnis, salah
satunya dengan kontraktor besar dalam membuat jalan layang, jalan tol dan
juga bisnis perkebunan. Ada juga yang menjadi kaya karena memiliki bisnis
pabrik tekstil, dan plastik, dan juga pendukung perdagangan internasional-
contoh perdagangan antar Cina dan Indonesia. Ada pula yang kaya karena
memiliki industri kertas.
Membaca buku “Sukarno as retold to cindy Adam” yang pernah penulis baca
lebih dari 20 tahun yang silam dapat diperoleh kesimpulan mengapa visi Sukarno
merjadi orang hebat dapat terwujud dan missi apa yang ia terapkan dalam hidup.
Menjadi pemimpin hebat adalah sebagai visi hidupnya.
Misi untuk
mencapainya telah diterapkan sejak usia dini. Lihatlah karakter Sukarno yasng
terkenal sebagai jagoan diantara teman-temannya. Kalau berlari pasti ia paling
cepat, memanjat pohon pasti ia paling tinggi, berkelahi, ia jagonya.
Kemudian
saat remaja, ia tidak larut dalam masa hura-hura, namun ia mulai bergelut
dengan pemikiran orang-orang hebat di dunia lewat membaca buku. Oh ternyata
buku-buku banyak dalam bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Maka ia pun belajar
ke dua bahasa ini sungguh-sungguh. Ia langsung menggunmakan ke dua bahasa ini
dalam pergaulan. Malah agar bahasa Belandanya hebat maka ia menjalin asmara
dengan noni Belanda.
Agar ia terampil dalam berkomunikasi- menulis dan berpidato, maka ia selalu
berlatih. Dikatakan oleh buku tersebut bahwa saat berusia muda Sukarno terbiasa
berlatih berpidato di depan cermin besar dalam kamarnya. Untuk bahasa tulisan
maka ia banyak mengarang atau menulis.
Akhirnya Sukarno masuk ke dalam
organisasi dan partai, di siyulah kehebatannya yang didukung oleh potensi diri
hingga ia menjadi presiden pertama Indonesia.
Dapat disimpulkan dari tulisan sebelumnya bahwa orang-orang yang mampu
menjadi milyuner dapat terwujud karena memiliki visi dan misi atau
program untuk masa depan. Visi tersebut mereka wujudkan dengan langkah-langkah
strategis atau yang juga disebut misi.
Mereka tahu bahwa masyarakat luas
memerlukan kertas untuk belajar atau untuk urusan administrasi, masyarakat luas
butuh minyak kelapa sawit untuk memasak, butuh sarana telekomunikasi, dan lain
lain maka mereka memproduksinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas.
Kemudian uang yang berada dalam kantong masyarakat luas mengalir ke dalam rekening
mereka.
Setelah memiliki visi yang jelas maka mereka menguasai strategi. Mereka
menguasai input, proses, out put dan out comenya. Para milyuner bukanlah orang
pemalas dan bermental lemah.
Mereka memiliki tingkat competence yang
hebat- mereka jago dalam memanfaatkan waktu, mereka tahu cara berkomunikasi
yang baik dan mereka tahu cara merekrut tim untuk bergerak maju. Mustahil para
milyuner jadi kaya kalau melalui usaha sendiri, mereka musti bergerak maju
melalui team kerja yang solid atau kompak.
Remaja sekarang- pelajar dan mahasiswa, musti segera memiliki visi dan misi.
Kemudian buang jauh jauh karakter manja, pasif dan serba penakut atau banyak
ragu-ragu.
Dari sekarang mereka harus agresif untuk maju, memiliki semangat
kompetisi yang hebat. Kemudian berfikir sebagai produsen untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat banyak secara massal. Mereka musti menguasai input,
menguasai proses dan juga menguasai distribusinya.
0 comments:
Post a Comment